“Juni, coba perhatikan awan-awan itu. Apakah mereka bergerak ke sini?” tanya Mei, matanya tertutup hampir seakan ia telah tertidur.
“Belum. Lagipula, aku akan membawamu masuk ke dalam begitu mereka datang.” Juni memandang jauh ke ujung langit barat yang didominasi kelabu pekat.
Mei mengulurkan kedua tangannya yang tadi bersedekap. Wajahnya mendongak kepada langit biru yang menaungi mereka. Matanya masih tertutup. Angin lembut memberi kehangatan pada ujung hidungnya yang tadi dingin dan mendamaikan kedutan matanya yang sejak pagi tak mau berhenti.
“Tapi, Juni, aku suka sekali hujan. Ia turun, seperti hanya ingin memberiku sebentuk senyum.”
Keren banget kalok dipuisikan >___<
Keren, Nor!
saya belum bisa berpuisi, kak ogiii >_<
Tapi ini puitis 😀
“Juni, coba perhatikan
awan-awan itu. Apakah mereka
bergerak ke sini?” tanya Mei,
matanya tertutup hampir
seakan ia telah tertidur.
“Belum. Lagipula, aku
akan membawamu masuk
ke dalam
begitu mereka datang.”
Juni memandang jauh
ke ujung langit barat
yang didominasi kelabu pekat.
Mei mengulurkan kedua tangannya
yang tadi bersedekap.
Wajahnya mendongak kepada
langit biru yang menaungi
mereka. Matanya masih
tertutup. Angin lembut
memberi kehangatan
pada ujung hidungnya
yang tadi dingin
dan mendamaikan kedutan
matanya yang sejak pagi
tak mau berhenti.
“Tapi, Juni, aku suka sekali
hujan. Ia turun, seperti
hanya ingin memberiku
sebentuk senyum.”